Berencana menikah atau sudah menjalani rumah tangga tapi ingin tetap merasa aman secara finansial? Banyak pasangan mulai sadar bahwa dalam pernikahan diperlukan perlindungan finansial yang matang, termasuk soal pengelolaan aset.
Di sinilah perjanjian pisah harta jadi topik yang penting untuk dipahami. Bukan soal tidak percaya pada pasangan, kontrak perjanjian ini dapat membantu menjaga hak masing-masing individu dalam pernikahan.
Perjanjian pisah harta juga membantu memberi perlindungan hukum yang jelas jika terjadi hal yang tidak diinginkan di masa depan.
Artikel ini akan membahas dari pengertian, manfaat, hingga cara membuatnya secara legal dan aman. Mari simak selengkapnya.
Apa Itu Perjanjian Pisah Harta?
Perjanjian pisah harta adalah kesepakatan resmi antara suami dan istri untuk memisahkan kepemilikan harta selama masa perkawinan. Lewat kesepakatan ini, masing-masing pihak memiliki hak penuh atas aset pribadinya tanpa tercampur menjadi harta bersama.
Aturan mengenai perjanjian pisah harta tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam UU Perkawinan, perjanjian ini termasuk dalam kategori perjanjian perkawinan dan dijelaskan secara khusus pada Pasal 29.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa sebelum atau saat pernikahan berlangsung, suami dan istri dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan oleh pejabat pencatat perkawinan agar memiliki kekuatan hukum, termasuk terhadap pihak ketiga yang terkait.
Namun, isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama, maupun norma kesusilaan. Setelah disahkan dan pernikahan berlangsung, perjanjian ini mulai berlaku dan hanya dapat diubah jika kedua belah pihak sepakat untuk merevisinya.
Manfaat Perjanjian Pisah Harta
Tujuan utama perjanjian pisah harta adalah membatasi tanggung jawab hukum hanya pada harta pribadi masing-masing pasangan.
Artinya, jika salah satu pihak menghadapi perkara hukum atau kewajiban finansial seperti utang atau penyitaan, aset milik pasangannya tetap aman karena sudah dipisahkan secara legal.
Perlindungan ini membuat harta pribadi tidak bisa diganggu gugat oleh pihak ketiga. Selain itu, ada beberapa manfaat lain dari membuat akta pisah harta, yakni:
- Menjaga harta bawaan sebelum menikah: Segala bentuk aset yang dimiliki sebelum akad atau pencatatan nikah tetap menjadi hak pribadi dan tidak otomatis berubah menjadi harta bersama.
- Perlindungan saat terjadi risiko usaha atau pailit: Jika salah satu pasangan mengalami kerugian usaha atau dinyatakan pailit, aset pasangannya tidak ikut terdampak karena secara hukum dianggap terpisah.
- Memberikan perlindungan bagi istri jika terjadi poligami: Dengan adanya perjanjian ini, hak finansial istri tetap jelas dan terlindungi ketika suami memutuskan untuk menikah lagi.
- Mempermudah pengelolaan dan transaksi atas aset pribadi: Pihak yang ingin menjual, menjaminkan, atau mengelola hartanya tidak perlu meminta persetujuan dari pasangan lain selama harta tersebut memang terpisah secara legal.
- Mengurangi risiko konflik harta: Adanya batasan jelas mengenai kepemilikan harta dapat membantu perselisihan atau isu yang muncul terkait aset di masa depan.
Baca juga: SKMHT: Pengertian, Fungsi, Syarat, Masa Berlaku, & Biaya
Ketentuan Perjanjian Pisah Harta
Secara umum, isi perjanjian pisah harta berfokus pada pemisahan hak dan kepemilikan atas aset dalam perkawinan. Dalam hukum, harta dalam pernikahan terbagi menjadi dua kategori, yaitu harta bawaan dan harta bersama.
Harta bawaan adalah aset yang dimiliki masing-masing pihak sebelum menikah. Harta jenis ini secara hukum tetap menjadi milik pribadi dan tidak otomatis berubah menjadi harta bersama setelah pernikahan berlangsung.
Sementara itu, harta bersama adalah seluruh aset yang diperoleh suami atau istri selama masa pernikahan, tanpa melihat siapa yang bekerja atau atas nama siapa harta tersebut tercatat. Aturan mengenai harta bersama tercantum dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa, “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.” Hal ini sejalan dengan KHI Pasal 1 huruf F yang menjelaskan bahwa semua harta yang didapat selama masa pernikahan disebut harta bersama, baik diperoleh sendiri maupun bersama-sama.
Oleh karena itu, melalui perjanjian pisah harta, pasangan dapat menentukan dengan jelas mana harta yang tetap menjadi milik pribadi dan bagaimana pengaturan terhadap harta bersama.
Secara default, harta bawaan memang sudah menjadi hak masing-masing, tetapi untuk memisahkan dan mengatur harta bersama secara hukum, diperlukan perjanjian yang disepakati dan disahkan secara resmi.
Perlu diingat, perjanjian pisah harta hanya dapat dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Artinya, baik suami maupun istri harus sama-sama setuju dan memahami isi perjanjian sebelum disahkan agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Cara Membuat Perjanjian Pisah Harta
Perjanjian pisah harta bisa dibuat sebelum pernikahan ataupun setelah pasangan resmi menikah. Namun, dokumen ini tidak bisa dibuat secara pribadi antara suami dan istri saja. Agar sah dan memiliki kekuatan hukum, perjanjian harus disusun dan disahkan di hadapan notaris.
Untuk pembuatannya, suami dan istri perlu datang langsung ke kantor notaris dengan membawa dokumen berikut:
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) masing-masing.
- Akta nikah jika pernikahan sudah berlangsung.
- Paspor atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) jika salah satu pihak adalah Warga Negara Asing (WNA).
Di hadapan notaris, kedua belah pihak akan menandatangani minuta akta sebagai bentuk persetujuan resmi. Setelah itu, notaris akan menyusun salinan akta pisah harta dan menyerahkannya kepada masing-masing pihak.
Tahap berikutnya, akta didaftarkan ke instansi terkait seperti KUA atau Dinas Dukcapil. Bagi pasangan beragama Islam, pegawai pencatat nikah (PPN) juga akan mencatatkan perjanjian ini dalam buku nikah.
Mengenai biaya, tarif pembuatan perjanjian pisah harta bisa berbeda di tiap daerah dan tergantung kebijakan notaris. Sebagai gambaran, kisaran biaya yang perlu disiapkan umumnya antara Rp1,5 juta hingga Rp5 juta.
Secara keseluruhan, memahami perjanjian pisah harta bukan berarti mengurangi makna pernikahan, justru ini adalah langkah sadar hukum untuk melindungi hak masing-masing pasangan.
Dengan pemisahan aset yang jelas sejak awal, Anda dan pasangan bisa membangun rumah tangga berlandaskan komitmen dan perjanjian yang transparan sehingga risiko konflik finansial di masa depan dapat diminimalkan.
Jika Anda ingin memastikan aset pribadi tetap aman dan tercatat secara legal, membuat akta pisah harta melalui notaris adalah langkah yang tepat.
Di luar perjanjian pisah harta dan dokumen pernikahan lainnya, kebutuhan finansial rumah tangga baru terkadang tidak bisa diprediksi. Pasalnya, perencanaan finansial yang matang adalah kunci keharmonisan rumah tangga. Untuk memenuhinya, Anda bisa memanfaatkan layanan pembiayaan yang aman dan terstruktur dari BFI Finance.
BFI Finance menyediakan fasilitas pembiayaan berjaminan BPKB Motor, BPKB Mobil, hingga Sertifikat Rumah/Ruko/Rukan yang bisa diakses secara fleksibel sesuai kebutuhan.
Layanan dari BFI Finance berizin resmi dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga prosesnya terjamin sesuai dengan regulasi dan transparan.
Jadi, jangan ragu lagi. Wujudkan perencanaan keuangan dengan memanfaatkan aset Anda karena #SelaluAdaJalan bersama BFI Finance.
Baca juga: Akta Pemberian Hak Tanggungan: Syarat, Pengajuan, dan Biaya