Syariah

Panduan Lengkap Haji: 6 Rukun Haji , Syarat, Biaya, dan Keutamaannya dalam Islam

Admin BFI
11 June 2024
946
Panduan Lengkap Haji: 6 Rukun Haji , Syarat, Biaya, dan Keutamaannya dalam Islam

Menjelang Idul Adha, terdapat salah satu rukun islam yang dilangsungkan yaitu ibadah haji. Dalam melangsungkan ibadah haji, terdapat tata cara yang harus dipatuhi oleh jamaah yang melaksanakannya, yaitu rukun haji.

 

Apa saja rukun haji yang wajib dipatuhi? Lalu apa saja keutamaan dari ibadah haji ini? Bagaimana hukum melaksanakan haji? Simak selengkapnya hanya di artikel BFI Finance.

 

 

1. Tentang Haji

1.1 Pengertian Haji

Haji adalah salah satu rukun Islam yang kelima dan merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan keamanan, setidaknya sekali seumur hidup. Haji dilaksanakan di Tanah Suci Mekah pada bulan Dzulhijjah, yang merupakan bulan terakhir dalam kalender Islam. Dalam pelaksanaannya, jamaah haji menjalankan berbagai ritual yang telah ditentukan yang mencerminkan kisah dan sejarah keimanan Nabi Ibrahim dan keluarganya.

 

1.2 Hukum Melaksanakan Haji

Haji memiliki hukum wajib bagi mereka yang mampu melaksanakan haji. Hukum ini berdasarkan perintah Allah dalam Al-Quran yang menyatakan:

 

“Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” (Ali Imran [3]: 97)

 

Selain itu, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam juga menekankan pentingnya melaksanakan haji dalam haditsnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

 

“Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”

 

Hadits tersebut mengungkapkan bahwa menjalankan ibadah haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup. Selebihnya, ibadah ini tidak wajib.

 

2. Jenis Haji

Dalam pelaksanaannya, ada tiga jenis haji yang dapat dipilih oleh jamaah. Masing-masing memiliki cara dan prosedur yang berbeda.

 

2.1 Haji Al-Ifrad

Haji Al-Ifrad adalah pelaksanaan haji yang dilakukan secara terpisah dari umrah. Jamaah yang memilih jenis ini hanya melaksanakan ritual haji tanpa melakukan umrah. Mereka memakai ihram dari miqat, melaksanakan semua rukun dan wajib haji, dan setelah selesai, mereka melakukan tahallul atau melepaskan ihram tanpa melakukan umrah.

 

2.2 Haji Al-Qiran

Haji Al-Qiran adalah pelaksanaan haji dan umrah yang dilakukan secara bersamaan. Jamaah yang memilih jenis ini memulai ihram untuk haji dan umrah dari miqat yang sama dan melaksanakan kedua ibadah ini tanpa memisahkan waktu pelaksanaannya. Mereka hanya melakukan satu kali Thawaf dan sai untuk kedua ibadah tersebut.

 

2.3 Haji Al-Tamattu'

Haji Al-Tamattu' adalah jenis haji yang paling umum dilakukan oleh jamaah. Dalam jenis ini, jamaah melakukan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah), kemudian setelah selesai umrah, mereka melakukan tahallul. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, jamaah kembali memakai ihram untuk melaksanakan haji.

 

3. Rukun Haji

3.1 Niat

Hal pertama yang termasuk dalam rukun haji adalah dengan berniat. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur'an yang berbunyi:

 

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. Al Bayyinah [98]: 5)

 

Hal ini juga diperkuat dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam yang berbunyi:

 

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (HR Bukhori & Muslim)

 

Referensi : https://almanhaj.or.id/1071-rukun-haji-yang-diwajibkan-dalam-haji.html

 

3.2 Wukuf di 'Arafah

Wukuf di Arafah adalah puncak dari ibadah haji. Wukuf dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai dari tergelincirnya matahari hingga terbenamnya matahari.

 

Hal ini diperkuat dengan hadits ath-Tha-i yang berarti:

 

“Aku mendatangi Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Muzdalifah ketika beliau keluar untuk shalat, aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, aku datang dari gunung kembar Thaya, tungganganku telah kubuat lemah, dan diriku juga telah lelah, demi Allah aku tidak meninggalkan satu gunung pun kecuali aku berhenti di sana, apakah aku mendapatkan haji?’ Beliau menjawab.

 

“Barangsiapa yang mengikuti shalat kami (di Muzdalifah) lalu bermalam bersama kami hingga kami berangkat, dan sebelum itu dia benar-benar telah wukuf di ‘Arafah pada malam atau siang hari, maka hajinya telah sempurna dan ia telah menghilangkan kotorannya.” (HR At-Tirmidzi: II/188 No. 892)

 

Wukuf yang dilaksanakan di Padang Arafah merupakan momen penting di mana jamaah haji berdoa, berzikir, dan memohon ampunan kepada Allah.

 

3.3 Thawaf Ifadhah

rukun haji

Image Source: Freepik

Thawaf adalah ritual mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dengan berlawanan arah jarum jam. Thawaf dilakukan dalam berbagai tahapan haji, salah satunya adalah Thawaf ifadah yang dilakukan setelah wukuf di Arafah. Thawaf merupakan simbol dari ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jamaah dapat mencium atau menyentuh Hajar Aswad saat melangsungkan Thawaf. Namun jika terlalu ramai atau terlalu jauh, jamaah cukup menunjuk batu dengan tangan mereka.

 

Adapun kewajiban Thawaf berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berbunyi:

 

“…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS Al Hajj [22]: 29)

 

Pada dasarnya, Thawaf memiliki syarat agar ibadah yang dilaksanakan sah. Jika thawaf itu seperti shalat, berikut merupakan syarat-syarat Thawaf yang harus diperhatikan oleh para jamaah:

 

1. Suci dari dua hadats (kecil dan besar)

Syarat pertama Thawaf adalah suci dari hadats kecil dan besar. Adapun hadast besar besar merupakan hadast yang harus disucikan dengan cara mandi dan hadast kecil dapat disucikan dengan wudu dan tayamum saja. Contoh dari hadast besar adalah nifas, haid, junub, dan keluar air mani. Sedangkan hadast kecil adalah kehilangan kesadaran, buang air kecil dan besar, keluar sesuatu dari dua lubang (dubur dan qubul), dan menyentuh kemaluan sendiri atau orang lain menggunakan telapak tangan. Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

 

“Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci).” (HR Muslim)

 

Diperkuat juga dengan sabda beliau kepada 'Aisyah yang sedang haid saat haji:

 

“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu).” (HR Bukhari no. 1650 & Muslim no. 1221)

 

 

2. Menutup aurat

Syarat kedua Thawaf adalah dengan menutup aurat, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini didukung dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang ada di Al-Qur'an yang berarti:

 

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (me-masuki) masjid...” (QS. Al-A’raf [7]: 31).

 

Hal ini diperkuat dari hadits Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika Abu Bakar melaksanakan haji sebelum haji Wada', Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Abu Hurairah dan beberapa orang pada hari raya kurban dan mengumumkan kepada orang-orang bahwa setelah tahun tersebut, orang musyrik tidak boleh berhaji dan tidak boleh Thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.

 

3. Thawaf sebanyak tujuh putaran

Thawaf sebanyak tujuh putaran adalah salah satu syarat sahnya Thawaf, dikarenakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan Thawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, lalu beliau shalat dua raka'at di belakang makam Nabi Ibrahim Alaihissalam  dan Sa'i antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

 

“…Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj [22]: 29)

 

Jika Ia meninggalkan sedikit dari tujuh putaran tersebut, thawafnya dianggap tidak sah. Jika Ia ragu, hendaknya mengambil kemungkinan yang paling minimal atau sedikit supaya Ia yakin.

 

4. Memulai dan Mengakhiri Thawad di Hajar Aswad

Syarat sah Thawaf yang selanjutnya adalah memulai dan mengakhirinya di Hajar Aswad. Selain itu, jamaah juga menempatkan Ka'bah di sebelah kiri. Hal ini diisyariatkan dalam hadits Jabar Radhiyallahu Anhua yang berbunyi:

 

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Makkah beliau mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya, kemudian beliau melangkah ke arah kanan, beliau thawaf dengan berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran.”

 

5. Thawaf di luar Ka'bah

Syarat sah Thawaf yang berikutnya adalah wajib dilakukan di luar Ka'bah. Hal ini ada dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbunyi:

 

“…Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Al-Hajj [22]: 29)

 

Hal ini menunjukkan bahwa Thawaf harus dilakukan dengan mengitari seluruh Ka'bah. Jika seseorang Thawaf melewati dalam Hijir Isma'il, maka Thawafnya dianggap tidak sah. Hal ini ada dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

 

“Hijir Isma’il termasuk Ka’bah.”

 

6. Berturut-turut

Syarat yang terakhir adalah berturut-turut. Hal ini berarti, Thawaf dilakukan tanpa putus. Hal ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan Thawaf berturut-turut dan bersabda:

 

“Ambillah dariku manasik hajimu.”

 

Namun, Thawaf dapat diputus sebentar untuk berwudhu atau menunaikan shalat wajib saat iqamat dikumandangkan. Jamaah juga dapat beristirahat sejenak dan dapat melanjutkan Thawaf tanpa perlu mengulang. Namun jika diputus lama, maka Thawaf harus diulang dari awal

 

3.4 Sa'i antara Shafa dan Marwah

Sai adalah berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Sai dilakukan setelah Thawaf ifadah. Sai merupakan replikasi dari usaha Siti Hajar, ibu dari Nabi Ismail, yang berlari antara dua bukit ini untuk mencari air bagi putranya yang kehausan.

 

Adapun syarat-syarat melakukan ibadah Sa'i yaitu:

1. Dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah

2. Dilakukan 7 kali

3. Dilakukan di Mas'a (jalan yang menghubungkan Shafa dan Marwah)

 

3.5 Tahallul

Tahallul adalah mencukur atau menggunting rambut, baik pria maupun wanita. Adapun minimal rambut yang digunting sebanyak tiga helai. Walau begitu, banyak diantara mereka, tertutup pria yang memutuskan untuk mencukur serta meratakan rambut mereka. Hal ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi:

 

“(Jika Allah menghendaki dalam keadaan aman), dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya,” (QS Al-Fatah: 26).

 

3.6 Tertib

Adapun rukun haji harus dilaksanakan dengan tertib. Hal ini berarti, rukun haji harus dilakukan secara berurutan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

 

“Ambillah dariku perihal tata cara manasik haji kamu.” (HR Muslim, An-Nasai, dan Ahmad).

 

Rukun haji yang telah ditulis diatas sejatinya tidak boleh ditinggalkan sebagian ataupun digantikan dengan dam atau uang. Jika satu rukun haji ditinggalkan, maka haji dianggap tidak sah.

4. Syarat Wajib Haji

Untuk melaksanakan haji, ada beberapa syarat wajib haji yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim.

 

4.1 Islam

Haji hanya diwajibkan bagi mereka yang beragama Islam. Seseorang harus beriman dan menjalankan agama Islam untuk dapat melaksanakan ibadah haji. Ini mencerminkan prinsip bahwa haji adalah ibadah yang khusus bagi umat Islam, yang dilaksanakan sebagai bentuk pengabdian dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal ini sesuai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbunyi:

 

“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini”.  (At-Taubah [9]: 28).

 

Hal ini juga ditekankan dari riwayat oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu yang berbunyi:

 

“Jangan engkau ijinkan orang musyrik untuk berhaji setelah tahun ini, dan jangan (kalian) melakukan thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang“. (HR Bukhari no. 1622. Muslim no. 1347)

 

4.2 Berakal

Haji diwajibkan bagi mereka yang berakal sehat, tidak dalam keadaan gila atau gangguan mental. Kewarasan pikiran adalah syarat penting dalam menjalankan ibadah haji, karena membutuhkan pemahaman dan kesadaran penuh terhadap serangkaian ritual serta keputusan yang diambil selama perjalanan haji. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Allah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 

“Catatan pena diangkat terhadap tiga golongan. Orang yang tertidur sampai dirinya terbangun, anak kecil hingga dirinya dewasa, dan orang gila sampai dirinya sadar“. (HR Abu Dawud no. 4403)

 

4.3 Sempurna dalam Kebebasan

Haji hanya diwajibkan bagi mereka yang sempurna dalam kebebasan atau merdeka, bukan bagi budak atau hamba sahaya. Hal ini menegaskan bahwa haji adalah hak ibadah yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kebebasan dan otonomi penuh dalam menjalankan ibadah agama mereka. Namun, jika orang-orang dalam golongan ini berhaji, maka hajinya sah namun tidak mencukupi haji islam. Hal ini diperkuat berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

 

“Dan budak mana saja yang berhaji kemudian dirinya dibebaskan maka wajib bagi dirinya untuk melakukan ibadah haji kembali“. (HR Ibnu Khuzaimah)

 

4.4 Dewasa

Haji diwajibkan bagi mereka yang telah mencapai usia balig atau dewasa, yang ditandai dengan tanda-tanda kedewasaan fisik. Usia balig adalah waktu dimana seseorang dianggap telah cukup matang secara fisik dan mental untuk menjalankan kewajiban agama, termasuk haji. Namun, jika seseorang yang belum dewasa melakukan ibadah haji, maka hajinya sah namun belum mencukupi kewajiban hajinya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma yang berbunyi:

 

"Bahwa ada seorang wanita yang mengangkat anaknya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sembari bertanya: 'Apakah anak ini mendapatkan ibadah haji? Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: 'Ia, dan untukmu pahala'“. (HR Muslim no. 1336).

 

4.5 Mampu

Mampu secara finansial, fisik, dan keamanan untuk melakukan perjalanan ke Tanah Suci dan melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji. Ini termasuk memiliki dana yang cukup untuk biaya perjalanan, akomodasi, makanan, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari selama menjalankan ibadah haji.

 

Selain itu, seseorang harus memiliki kesehatan yang memadai untuk menyelesaikan serangkaian ritual yang kadang melelahkan, serta memastikan keamanan diri dari ancaman fisik selama perjalanan dan pelaksanaan haji. Hal ini diperkuat dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala yang berbunyi:

 

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. (QS Ali Imran [3]: 97).

 

Dengan begitu, siapapun yang tidak sanggup menunaikan ibadah haji karena sudah sangat tua, sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, badannya mampu namun tidak memiliki harta yang cukup, maka orang-orang tersebut tidak wajib melakukan ibadah haji

 

5. Keutamaan Haji

Melaksanakan haji memiliki banyak keutamaan dan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan seorang Muslim.

 

5.1 Pengampunan dan Penyucian Dosa

Salah satu keutamaan terbesar dari haji adalah pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,

 

"Barangsiapa yang melaksanakan haji karena Allah, dan tidak berkata kotor dan tidak berbuat kefasikan, maka ia akan kembali (dalam keadaan bersih) seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya." (HR Bukhori & Muslim)

 

Hadits ini menegaskan pentingnya menjaga kemurnian hati dan perbuatan selama menjalankan ibadah haji, serta memberikan gambaran tentang keutamaan dan pengampunan yang Allah berikan kepada orang yang menjalankan haji dengan ikhlas dan penuh kesucian.

 

5.2 Memperkuat Iman

Ibadah haji memperkuat iman dan ketaqwaan kepada Allah. Melalui berbagai ritual haji, seorang Muslim mengingat kembali sejarah dan pengorbanan para nabi, serta memperbarui komitmen keimanannya.

 

5.3 Jannah (Surga)

Haji mabrur, yaitu haji yang diterima oleh Allah, dijanjikan surga bagi pelaksananya. Rasulullah SAW bersabda,

 

"Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga." (HR Bukhori & Muslim)

 

Hadis ini menggambarkan tingginya nilai dan keutamaan haji yang dilakukan dengan kesungguhan hati dan penuh kekhusyukan. Haji yang diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur akan menjadi kunci bagi seseorang untuk memperoleh surga sebagai ganjaran atas kesetiaan dan pengabdian dalam menjalankan ibadah haji.

 

5.4 Menjadi Tamu Allah

Mereka yang melaksanakan haji disebut sebagai tamu Allah. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah mengundang hamba-hamba-Nya yang terpilih untuk datang ke Baitullah.

 

5.5 Doa Mabrur

Doa-doa yang dipanjatkan selama pelaksanaan haji memiliki keutamaan dan peluang besar untuk dikabulkan oleh Allah. Jamaah haji dianjurkan untuk memperbanyak doa selama menjalankan ibadah haji.

 

5.6 Syafaat bagi Keluarga

Haji yang mabrur dapat memberikan syafaat bagi keluarga dan orang-orang terdekat. Keberkahan haji tidak hanya dirasakan oleh pelaksananya, tetapi juga dapat dirasakan oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.

 

5.7 Dapat Meningkatkan Kesabaran dan Kegigihan

Melaksanakan haji memerlukan kesabaran dan kegigihan yang tinggi. Berbagai tantangan fisik dan mental yang dihadapi selama haji dapat meningkatkan kualitas kesabaran dan kegigihan seorang Muslim.

 

5.8 Kesetaraan dan Persatuan

Haji adalah momen di mana umat Muslim dari seluruh dunia berkumpul tanpa memandang perbedaan ras, warna kulit, dan status sosial. Semua jamaah memakai pakaian yang sama dan melaksanakan ritual yang sama, yang mencerminkan kesetaraan dan persatuan dalam Islam.

 

5.9 Peningkatan Karakter

Ibadah haji memberikan kesempatan bagi seorang Muslim untuk meningkatkan karakter dan kepribadian. Melalui refleksi diri dan ibadah, seorang Muslim dapat menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, dan lebih tawakal kepada Allah.

 

6. Biaya Haji

Biaya haji bervariasi tergantung pada negara asal jamaah, paket layanan yang dipilih, serta kurs mata uang. Biaya haji biasanya mencakup tiket pesawat, akomodasi, transportasi di Tanah Suci, makanan, dan berbagai kebutuhan lainnya.

 

Adapun pada tahun 2024, jemaah haji di Indonesia akan dikenakan biaya sebesar Rp 56,04 juta per orang. Biaya ini merupakan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan langsung oleh jemaah. Biaya Haji 2024 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian beberapa komponen biaya haji, seperti biaya penerbangan, akomodasi, dan layanan haji di Arab Saudi.

 

Meskipun jemaah haji harus membayar Bipih, perlu diketahui bahwa mereka juga akan mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa Nilai Manfaat sebesar Rp37,36 juta. Nilai Manfaat ini berasal dari hasil pengembangan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dengan demikian, total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2024 adalah sebesar Rp 93,41 juta.

 

Sobat BFI, berikut yang perlu Anda ketahui seputar ibadah haji. Adapun ibadah ini akan dilangsungkan di awal bulan Syawal hingga sebelum terbit fajar tanggal 9 Dzulhijjah, lalu rukun hajinya dilaksanakan dari tanggal 10 - 13 Dzulhijjah setiap tahunnya.

 

 

Jika Anda membutuhkan pembiayaan untuk keperluan Anda, Anda dapat mengajukan pembiayaan di BFI Finance dengan akad syariah. Adapun pembiayaan ini ini dapat digunakan untuk kebutuhan multiguna dengan jaminan BPKB Mobil. Yuk, ajukan pembiayaan Syariah Anda sekarang!

Pembiayaan Syariah

Pembelian mobil bekas dan Multiguna syariah dengan fitur Tanpa Denda dan Tanpa Penalti Lihat Syarat

Kategori : Syariah