Berkurban adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam, terutama pada hari raya Idul Adha. Ibadah ini tidak hanya memiliki nilai spiritual tinggi tetapi juga mencerminkan kepedulian terhadap sesama. Lantas, bagaimana hukum berkurban dalam Islam dan tata cara pelaksanaannya?
1. Hukum Berkurban
Sebelum mengetahui tata cara berkurban, alangkah baiknya untuk mengetahui hukum berkurban dan dalilnya.
1.1 Menurut Al-Qur'an dan Hadist
Sedangkan menurut Al-Qur’an dan Hadist, terdapat perintah untuk berkurban. Hal ini terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu,
Al-Kautsar Ayat 2
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2).
Dalam ayat ini, terdapat perintah Allah Subhanahu wa ta'ala kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam untuk berkurban sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada-Nya.
Al-An'am Ayat 162-163
"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS. Al-An'am: 162-163).
Sedangkan ayat ini menegaskan bahwa seluruh ibadah, termasuk berkurban, harus ditujukan ikhlas hanya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dalam hadist, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala mencintai orang-orang yang melaksanakan ibadah kurban. Pasalnya, hewan kurban akan menjadi penyelamat di hari kiamat nanti. Hal ini terdapat dalam hadist riwayat Tirmidzi yang berbunyi:
"Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari Nahr yang lebih dicintai Allah daripada mengalirkan darah (hewan kurban). Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada keridhaan Allah sebelum darah tersebut jatuh ke tanah. Maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban." (HR. Tirmidzi).
1.2 Menurut Mazhab
Adapun hukum berkurban menurut 4 mazhab yang dianut, yaitu:
1.1.1 Menurut Imam Hanafi
Mazhab Hanafi memandang hukum berkurban adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu. Menurut Imam Abu Hanifa, kemampuan ini diukur dari kepemilikan harta yang melebihi kebutuhan pokok sehari-hari.
1.1.1 Mazhab Imam Malik
Sedangkan hukum berkurban menurut Mazhab Maliki adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi setiap individu muslim yang mampu, namun tidak wajib. Imam Malik menekankan pentingnya berkurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan mencontoh teladan Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam.
1.1.2 Mazhab Imam Syafi'i
Dalam Mazhab Syafi'i, hukum berkurban juga dianggap sunnah mu'akkadah. Imam Syafi'i berpendapat bahwa berkurban adalah tanda syukur atas nikmat Allah dan bentuk kepedulian sosial dengan berbagi daging kurban kepada yang membutuhkan.
1.1.3 Mazhab Imam Hambali
Mazhab Hambali memiliki pandangan yang sama dengan Mazhab Maliki dan Syafi'i, yaitu hukum berkurban adalah sunnah muakkad bagi yang mampu. Imam Ahmad bin Hanbal menekankan bahwa berkurban memiliki nilai ibadah yang tinggi dan dapat menjadi penebus dosa.
Seperti yang telah diketahui diatas, dari 4 mazhab, mayoritas diantaranya menganggap bahwa kurban hukumnya adalah sunnah mu’akkadah, atau sunnah yang dianjurkan. Hal ini yang membuat mayoritas masyarakat Indonesia mempercayai kurban adalah bagian dari sunnah yang sangat dianjurkan. Walau begitu, masing-masing mazhab memiliki dasar pemikiran dan metodologi ijtihad yang berbeda dalam memahami dalil-dalil agama.
Penting untuk diingat bahwa Islam menganjurkan toleransi dan keragaman pendapat. Setiap muslim berhak mengikuti mazhab yang diyakininya, selama mazhab tersebut memiliki dasar dalil dan metodologi ijtihad yang kuat.
2. Syarat Berkurban
2.1 Syarat Bagi Manusia untuk Dapat Berkurban
2.1.1 Muslim
Melaksanakan ibadah kurban khusus diperuntukkan bagi umat Islam. Kurban merupakan bentuk pengabdian kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebagai ibadah, tujuan kurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Oleh karena itu, seseorang yang tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala tidak perlu melaksanakan ibadah kurban karena mereka tidak mengabdi kepada-Nya.
2.1.2 Orang yang bermukim
Kewajiban berkurban tidak berlaku bagi orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir). Hal ini karena musafir memiliki keringanan dalam menjalankan ibadah, termasuk ibadah kurban. Keringanan ini diberikan karena musafir biasanya memiliki keterbatasan waktu, tempat, dan kondisi untuk melaksanakan ibadah dengan sempurna.
Adapun yang dimaksud dengan "bermukim" adalah orang yang menetap di suatu tempat dalam waktu tertentu, minimal 3 hari. Hal ini didasarkan pada pendapat ulama madzhab Syafi'i dan Hanbali. Sedangkan menurut ulama madzhab Maliki dan Hanafi, tidak ada batasan waktu minimal untuk "bermukim".
2.1.3 Kaya atau berkecukupan
Seseorang dianjurkan untuk berkurban jika memiliki harta yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya selama tiga hari. Harta tersebut tidak hanya terbatas pada makanan, tetapi juga mencakup kebutuhan pokok lainnya seperti pakaian dan tempat tinggal.
Ketentuan ini didasarkan pada hadist Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud yang berbunyi:
"Tidak ada kewajiban kurban bagi orang yang tidak memiliki kelebihan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya selama tiga hari." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa orang yang tidak memiliki kelebihan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya selama tiga hari tidak dianjurkan untuk berkurban.
2.1.4 Baligh
Anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berkurban. Hal ini karena mereka belum memiliki pemahaman yang cukup tentang makna dan tata cara ibadah kurban.
Namun, orang tua dapat mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang ibadah kurban sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak mereka ke tempat penyembelihan hewan kurban, menjelaskan makna dan hikmah di balik ibadah kurban, dan membiasakan mereka untuk berkurban dengan uang mereka sendiri.
2.1.5 Berakal
Orang yang gila atau hilang akal tidak diwajibkan untuk berkurban. Hal ini karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk memahami dan melaksanakan ibadah kurban dengan benar.
Jika seseorang mengalami gangguan kejiwaan yang bersifat sementara, seperti depresi atau kecemasan, maka hukumnya tergantung pada tingkat keparahan gangguannya. Jika gangguan tersebut tidak sampai menghilangkan akal sehatnya, maka dia tetap diwajibkan untuk berkurban.
Namun, jika gangguan tersebut sampai menghilangkan akal sehatnya, maka dia tidak diwajibkan untuk berkurban. Dalam hal ini, orang tua atau walinya dapat berkurban atas nama orang tersebut.
2.2 Syarat Hewan untuk Dijadikan Kurban
2.2.1 Hewan Ternak
Hewan yang dapat dijadikan kurban mencakup unta, sapi, kambing, dan domba. Unta dan sapi umumnya dipilih untuk kurban oleh kelompok, sedangkan kambing dan domba biasanya dipilih untuk kurban individu. Hewan-hewan ini dipilih karena nilai ekonomisnya tinggi dan dagingnya dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat.
2.2.2 Diutamakan Jantan
Hewan kurban yang dianjurkan untuk disembelih adalah hewan jantan. Namun, tidak ada larangan untuk menyembelih hewan betina. Hewan jantan lebih diutamakan karena umumnya memiliki daging lebih banyak dan fisik yang lebih kuat. Hal ini juga mengikuti contoh Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang lebih sering berkurban dengan hewan jantan dalam berbagai riwayat hadits.
2.2.3 Usia Minimal Hewan
Usia minimal hewan yang layak dijadikan kurban juga sudah ditetapkan. Untuk unta, usia minimalnya adalah lima tahun. Sapi harus berusia minimal dua tahun, sementara kambing dan domba minimal berusia satu tahun. Penentuan usia ini penting karena hewan yang lebih tua biasanya memiliki kualitas daging yang lebih baik dan telah mencapai kematangan fisik yang sesuai untuk dijadikan kurban.
2.2.4 Sehat
Kesehatan hewan yang akan dikurbankan harus dalam kondisi baik. Hewan yang sakit, cacat, atau memiliki kelainan fisik tidak sah dijadikan kurban. Hewan yang sehat akan menghasilkan daging yang berkualitas dan layak dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban:
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata; ‘Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.’”
Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disembelih sangat penting untuk memastikan bahwa hewan tersebut bebas dari penyakit dan layak untuk dijadikan kurban.
2.2.5 Tidak Dalam Keadaan Birahi atau Menyusui
Hewan yang akan dijadikan kurban tidak boleh dalam keadaan birahi atau menyusui. Hewan dalam keadaan birahi dapat menunjukkan perilaku yang tidak stabil, sedangkan hewan yang menyusui membutuhkan banyak energi untuk anaknya. Mengorbankan hewan dalam kondisi ini dianggap tidak etis karena dapat mengganggu kesejahteraan hewan dan anak-anaknya yang masih membutuhkan susu. Selain itu, hewan yang sedang hamil juga tidak boleh dijadikan kurban.
3. Tata Cara Berkurban
3.1 Memilih Hewan Kurban
Memilih hewan kurban adalah langkah awal yang sangat penting dalam proses berkurban. Hewan yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar ibadah kurban sah dan diterima oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain adalah kesehatan dan usia hewan. Hewan harus dalam kondisi sehat, tidak memiliki cacat fisik atau penyakit yang dapat mengurangi kualitas dagingnya. Pemeriksaan kesehatan oleh seorang ahli sangat dianjurkan untuk memastikan bahwa hewan bebas dari penyakit menular dan cukup kuat untuk disembelih. Hewan yang cacat atau sakit dikhawatirkan akan menyiksa hewan saat penyembelihan dan juga tidak memberikan manfaat optimal bagi penerima daging kurban.
3.2 Niat
Niat adalah salah satu rukun dalam berkurban yang tidak boleh diabaikan. Niat berkurban harus dilandasi dengan keikhlasan hati karena Allah Subhanahu wa ta'ala semata. Niat ini dapat diucapkan dalam hati saat hendak membeli hewan kurban atau menjelang penyembelihan. Dalam Islam, niat merupakan faktor yang membedakan antara ibadah dan tindakan biasa. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa niat berkurban adalah semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah dan bukan untuk pamer atau tujuan duniawi lainnya. Dengan niat yang benar, ibadah kurban akan menjadi lebih bermakna dan diterima oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
3.3 Penyembelihan
Proses penyembelihan hewan kurban adalah inti dari ibadah kurban. Adapun waktu penyembelihan kurban adalah setelah melaksanakan sholat ied idul adha. Berikut adalah langkah-langkah penyembelihan yang sesuai dengan sunnah:
3.3.1 Gunakan Pisau Setajam Mungkin
Menggunakan pisau yang tajam adalah salah satu cara untuk menghormati hewan yang akan disembelih. Pisau yang tajam memastikan bahwa proses penyembelihan berjalan dengan cepat dan minim rasa sakit bagi hewan. Selain itu, penggunaan pisau yang tajam juga akan mempercepat aliran darah sehingga hewan akan mati lebih cepat dan lebih humanis. Hal ini terdapat dalam hadist dari Syaddad bin Aus Radhiallahu ‘Anhu yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3.3.2 Menghadapkan Hewan ke Arah Kiblat
Menghadapkan hewan ke arah kiblat adalah salah satu sunnah dalam penyembelihan. Hal ini melambangkan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Mengarahkan hewan ke kiblat juga merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Dengan begitu, cara yang paling tepat untuk menghadapkan hewan ke kiblat saat menyembelih dengan cara memposisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
3.3.3 Tidak Mengasah Pisau dihadapan Hewan yang Akan Disembelih
Mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih dilarang karena dapat menyebabkan hewan merasa takut atau tertekan. Hewan yang ketakutan dapat mengalami stres, yang tidak hanya memperburuk kondisi hewan tetapi juga dapat mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan. Hal ini berdasarkan hadist dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma yang berbunyi:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
3.3.4 Baringkan Hewan di Atas Lambung Kiri
Hewan harus dibaringkan di atas lambung kiri sebelum disembelih. Posisi ini memudahkan penyembelih untuk mengakses leher hewan dengan tangan kanan, yang biasanya lebih kuat dan lebih terampil. Posisi ini juga membuat hewan lebih tenang dan memudahkan aliran darah keluar setelah penyembelihan.
3.3.5 Menginjakkan Kaki di Leher Hewan
Menginjakkan kaki di leher hewan dilakukan untuk menahan gerakan hewan sehingga proses penyembelihan bisa dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. Ini juga mencegah hewan bergerak terlalu banyak, yang bisa menyebabkan luka tambahan atau merusak kualitas daging. Hal ini terdapat dalam hadist yang berbunyi:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).
3.3.6 Bacaan Ketika Hendak Menyembelih
Sebelum menyembelih, bacalah basmalah. Ini hukumnya wajib. Bacaan ini merupakan bentuk permohonan izin dan berkat dari Allah Subhanahu wa ta'ala untuk penyembelihan yang akan dilakukan. Ini juga menandakan bahwa tindakan tersebut dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah. Hal ini terdapat dalam ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
3.3.7 Dianjurkan Membaca Takbir Setelah Bismillah
Setelah mengucapkan "Bismillah", dianjurkan untuk melanjutkan dengan takbir "Allahu Akbar". Takbir ini merupakan pengagungan Allah Subhanahu wa ta'ala dan menambah kekhusyukan dalam proses penyembelihan. Hal ini sesuai dengan hadist yang berbunyi:
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
3.3.8 Dianjurkan Menyebut Nama Orang yang Jadi Tujuan Saat Menyembelih
Jika hewan kurban disembelih untuk seseorang, baik sebagai perwakilan atau pemberian pahala, dianjurkan untuk menyebut nama orang tersebut saat penyembelihan. Ini termasuk dalam niat dan memperjelas tujuan ibadah kurban. Hal ini terdapat dalam hadist yang berbunyi:
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
3.3.9 Disembelih dengan Cepat
Penyembelihan harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalkan rasa sakit yang dirasakan oleh hewan. Proses yang cepat juga mengurangi stres pada hewan dan membantu memastikan bahwa aliran darah keluar dengan lancar, yang penting untuk kehalalan daging.
3.3.10 Pastikan Tenggorokan, Kerongkongan, dan Dua Urat Leher Telah Terpotong
Untuk memastikan hewan mati secara syar'i, pastikan bahwa tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher (urat nadi) terpotong. Ini adalah syarat utama dalam penyembelihan syar'i yang menjamin bahwa darah dapat keluar sepenuhnya, dan daging menjadi halal serta layak dikonsumsi.
4. Hikmah dan Keutamaan Berkurban
Image Source: Freepik
4.1 Mendekatkan Diri Kepada Allah Subhanahu wa ta'ala
Berkurban adalah salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, menunjukkan kepatuhan dan ketaatan kepada perintah-Nya. Siapapun yang berkurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, maka Allah Subhanahu wa ta'ala akan menerima kurban tersebut menjadi amalan baik di sisi-Nya. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa." (QS. Al-Maidah: 27)
4.2 Memperhatikan Nasib Orang Kecil
Dengan berbagi daging kurban, kita turut membantu dan memperhatikan kebutuhan orang-orang yang kurang mampu, sehingga dapat merasakan kebahagiaan pada hari raya.
4.3 Media Meraih Ketakwaan
Berkurban dapat meningkatkan ketakwaan karena melibatkan pengorbanan harta dan keikhlasan niat untuk beribadah. Apa yang ingin kita raih dalam ibadah kurban tidaklah semata-mata hanya persembahan daging dan darahnya, namun merupakan bentuk ketakwaan. Hal ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al-Hajj: 37)
4.4 Saksi Amal Kebaikan di Akhirat
Hewan kurban akan menjadi saksi amal kebaikan kita di akhirat kelak, memberikan keberkahan dan pahala yang berlipat ganda. Hal ini ada dalam hadist yang diriwayatkan dalam Ibnu Majah yang berbunyi:
“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah. Sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah)
5. Larangan Bagi Orang yang Berkurban
5.1 Sebelum Berkurban
- Memotong Kuku dan Rambut: Dilarang memotong kuku dan rambut bagi yang berniat berkurban sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga hewan disembelih.
- Menjual Hewan Kurban: Tidak boleh menjual hewan yang telah diniatkan untuk kurban.
- Menyewa Hewan Kurban: Tidak boleh menyewa hewan kurban, harus menggunakan hewan milik sendiri.
5.2 Saat Penyembelihan
- Tidak Menyebut Nama Allah Subhanahu wa ta'ala: Dilarang menyembelih tanpa menyebut nama Allah.
- Menyembelih dengan Cara Tidak Syar'i: Menyembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat, seperti tidak menghadap kiblat atau menggunakan pisau tumpul.
- Menyembelih Hewan yang Tidak Memenuhi Syarat: Menyembelih hewan yang sakit, cacat, atau tidak memenuhi syarat usia.
5.3 Setelah Penyembelihan
- Menjual Daging Kurban: Tidak diperbolehkan menjual daging kurban.
- Memberi Upah Penyembelih dengan Daging Kurban: Daging kurban tidak boleh dijadikan upah bagi penyembelih.
- Membuang Daging Kurban: Daging kurban harus didistribusikan dan tidak boleh dibuang.
Demikianlah tata cara dan hukum berkurban dalam Islam. Dengan mengikuti panduan ini, kita
dapat melaksanakan ibadah kurban dengan benar sesuai syariat dan mendapatkan keberkahan serta pahala yang berlipat ganda. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah pengetahuan serta pemahaman kita tentang pentingnya ibadah kurban.
–
Jika Anda membutuhkan pembiayaan untuk keperluan Anda, Anda dapat mengajukan pembiayaan di BFI Finance dengan akad syariah. Adapun pembiayaan ini ini dapat digunakan untuk kebutuhan multiguna dengan jaminan BPKB Mobil. Yuk, ajukan pembiayaan Syariah Anda sekarang!